RAIH IKHLAS SEPENUHNYA
Dalam suatu hari terjadi chatting yang dilakukan oleh para aktifis pergerakan mahasiswa dengan seniornya (alumni) dalam rangka sharing terhadap masalah yang dihadapi oleh mereka :
“Mas, saya mau tanya!” ucap Rendi. Membuyarkan lamunan para chatter. “Iya, Silakan Ren!” jawabku.
“Mas, saya mau tanya tentang keIkhlasan. Apakah seorang yang melakukan sebuah pekerjaan. Tetapi dia melakukan itu dengan senang hati, tetapi karena menginginkan sesuatu selain Allah! Apakah itu juga dinamakan Ikhlas?”
“Seorang yang melakukan perbuatan, tetapi didasari untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu yang bukan berdasarkan pada Allah. Juga termasuk Ikhlas! Tetapi, keikhlasan
itu hanya pada sesuatu yang diinginkannya saja. Dan dia tidak mendapatkan pahala ikhlas yang diberikan oleh Allah. Dalam sebuah hadits disebutkan, diriwayatkan oleh Ahmad. “Sebaik-baik usaha adalah usaha tangan seorang pekerja apabila ia mengerjakannya dengan tulus. ” Jadi semua itu, mempunyai nilai keikhlasan sendirisendiri. Jika seseorang meniatkan dirinya untuk Allah, maka Allah lah yang akan menjadi tujuannya. Dan pahala yang akan didapatkannya. Sedangkan, jika seorang meniatkan untuk hal-hal yang lain. Selain Allah. Maka, hanya hal itu saja yang akan didapatkannya!” jelasku.
“Lalu, cara untuk ikhlas atau menjaga ikhlas dalam suatu kegiatan bagaimana Mas? Kadang, saya sangat ikhlas sekali untuk mengadakan kegiatan. Tetapi, saat kegiatan itu tidak sesuai dengan harapan. Keihlasan saya menjadi pupus!” tanya Iqbal.
“Iya, kadang kita benar-benar sangat bersemangat dalam berjuang. Dan kadang kala kita menjadi luntur. Saat-saat apa yang kita harapkan tidak tercapai. Atau kita bosan dengan kegiatan tersebut! Mungkin, kita perlu merefiu kembali jalan perjuangan yang kita lakukan. Saat kita melakukan sebuah kegiatan. Dengan harapan, bahwa kegiatan itu akan mencapai target yang ingin kita capai. Tetapi sayang, beberapa teman-teman kita banyak yang tidak datang dalam kegiatan tersebut. Biasanya membuat kita menjadi pesimis dengan berlangsungnya kegiatan dengan bagus! Atau panitia kegiatan banyak yang datang terlambat. Itu juga, salah satu yang membuat keikhlasan menjadi luntur!
Pernah ada seorang aktifis, melakukan kegiatan yang sudah sangat dirancang dengan matang. Lalu, pada saat pelaksanaan kegiatan. Banyak rekan-rekan panitia yang terlambat hadir atau bahkan tidak hadir. Aktifis ini bingung. Peserta sudah sangat membludak. Tetapi, panitia banyak yang tidak hadir. Akhirnya Aktifis ini menelephon seorang Aktifis yang belum hadir. Sebuah percakapan terjadi,
Aktifis A : B, kamu dimana? Peserta sudah banyak. kamu tolong kemari dong!
Aktifis B : Maaf saya tidak bisa hadir. saya ada keperluaan! Semoga kamu
dan teman-teman bisa mengatasi sendiri. (Ucapnya dengan enteng,
tidak ada penyesalan sama sekali)
Aktifis A : Kamu kok nggak bilang saat rapat. Kalau seperti ini kan kasihan teman2
yang lain. (Ucapnya, sedikit agak emosi)
Aktifis B : Iya, Maaf. saya hari ini ada teman yang lagi main kerumah. Jadi
nggak bisa ninggal! Semoga kamu tetap niat ikhlas kamu tidak ternodai
dengan nafsu amarah kamu. (Ucapnya, tanpa ada perasaan yang bersalah)
Aktifis A : Masya Allah, B! kamu kan bisa ajak teman kamu kesini! (Ucapnya agak
tegas, dengan nada yang meninggi. Sedikit terlihat emosi)
Aktifis B : Maaf, nggak enak. Nanti ganggu kamu dan teman-teman. Lebih baik, kamu
dan teman-teman tetap istiqomah dengan perjuangan ini. Dan tetap, semoga
niat kamu nggak ternodai dengan nafsu amarah kamu. (Ucapnya,
tanpa ada perasaan yang bersalah. Seperti ingin menasehati)
Aktifis A : TAHU APA KAMU TENTANG ISTIQOMAH DAN IKHLAS. (Ucapnya dengan keras.
Setelah itu menutup telephon)
Baik. Sekarang siapa yang salah” ucapku. Sambil melihat satu persatu para aktifis muda ini, dalam Cyber sharing.
Mereka terlihat bingung. Sesekali ada yang mengatakan salah satu yang salah. Tetapi ada juga, yang menyalahkan kedua aktifis itu. Dengan alasan, aktifis satu yang menelphon tidak mempunyai kesabaran untuk menghadapi aktifis yang ditelephon. Lalu aktifis yang ditelephon, tidak mempunyai rasa persaudaraan yang kuat kepada aktifis yang lainnya. Tetapi, lebih banyak yang diam. Tidak berkomentar, atau menungguku untuk lebih dalam menjelaskan persoalan ini.
“Iya! Dalam kasus tadi. Kita dapat mengambil sebuah hikmahnya. Memang, niat ikhlas itu sangat diharapkan untuk tidak keluar dari dalam niat kita. Tetapi, ada penyebab yang membuat niat ikhlas itu keluar. Yaitu, dengan cobaan seperti apa yang terjadi dalam kasus tadi! Seorang, yang sudah ikhlas dalam hatinya. Akhirnya ternodai oleh saudaranya sendiri! Ikhlas, bukan berarti tidak butuh bantuan. Ikhlas, bukan berarti bertindak sendirian. Dan seharusnya, untuk menjaga keikhlasan sesama saudara. Maka saudara yang lainnya, pun harus ikut menjaga niat keikhlasan dalam perjuangan saudaranya. Bukan malah, membiarkan saudaranya berjuang sendiri. Lalu dengan seenaknya, saudara yang lainnya mengatakan tentang keikhlasan. Keikhlasan tentang saudara yang lainnya. Ini berarti, menjadikan tumbal saudara kita sendiri!” Aku sedikit menarik nafas, lalu menghembuskannya pelan. “Maka, untuk menjaga niat ikhlas kita. Seharusnya, sikap kita adalah tidak mementingkan hasil dari apa yang kita kerjakan. Cukuplah usaha yang kita jalankan, sesuai dengan apa yang memang seharusnya. Tidak usah begitu mengharapkan hasil yang sempurna. Tetapi, tetap ada hasilnya! Dan cukuplah Allah, yang memberikan hasil dari kita. Cukuplah kita, berikhtiar dengan usaha yang kita lakukan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar