Sabtu, 17 Januari 2009

KERJA BESAR, BUKAN OMONG BESAR

Sahabat Motivasi FLMPI,

Bagaimana kabar Anda hari ini ? Semoga tetap dalam SEMANGAT PAGI dan selalu mengisi hari-hari dengan kejernihan hati.

Seringkali orang mengatakan bahwa kesuksesan dapat diraih dengan memliki impian dan tujuan yang jelas dan terukur. Mereka yang mampu menggambarkan impian dan tujuan yang ingin diraihnya dengan jelas dan jernih, akan dapat meraih kesuksesan. Namun realitasnya banyak manusia di muka bumi ini yang sudah memliki impian dan tujuan yang jelas dan terukur namun tidak pernah berhasil mencapainya. Banyak orang yang mampu menggambarkan impian dan tujuannya sejernih kristal, setajam pisau belati, namun tidak berhasil meraih impiannya tersebut. Mengapa demikian ?

Salah satunya adalah karena sebagian besar orang hanya sebatas memliki impian dan tujuan semata. Banyak orang yang hanya memliki impian dan tujuan sebatas omongan, belum dalam realitas tindakannya. Itulah salah satu penyebab mengapa banyak orang yang tidak mampu merealisasikan impiannya.

Kita harus menyadari bahwa kesuksesan dan kemuliaan hanya dapat diraih melalui sebuah kerja besar, melalui usaha besar dengan cara yang cerdas, bukan dengan omong besar semata. Kita harus menyadari bahwa sesuatu yang besar hanya dapat diraih melalui kerja besar dan usaha yang besar. Maka bukan sekedar impian dan tujuan semata, diperlukan kemampuan kita untuk mendefinisikan sasaran atau target kesuksesan tersebut kedalam sebuah strategi perencanaan dan langkah-langkah dalam tindakan yang harus dilakukan.

Diperlukan penjabaran dalam strategi dan langkah-langkah yang harus dilakukan dengan jelas, sehingga dapat menjadikan setiap tindakan atau setiap kerja yang dilakukan selalu terarah sesuai dengan sasaran impian tersebut. Dengan demikian bukan sekedar omong besar, namun diperlukan kerja besar dengan strategi dan perencanaan yang terarah sesuai impian. Karena kalau hanya melakukan kerja besar namun tidak memliki strategi dan perencanaan yang jelas dan terarah sesua impian, maka akan menjadi sia-sia.

Mengubah sebuahimpian dan tujuan menjadi sebuah strategi dalam perencanaan tindakan nyata dalam kehidupan adalah hal yang sangat penting. Meski demikian itu saja belum cukup, masih diperlukan lagi sebuah keyakinan akan kemampuan dalam diri, komitmen tinggi untuk meraihnya, serta memliki ketahanan mental yang tinggi untuk menghadapi setiap tantangan dalam menjalankannya. Karena itu sangatlah penting melaklukan usaha besar dengan tindakan nyata yang terarah, dibekali dengan keyakinan yang kuat serta komitmen yang tinggi untuk mencapai sasaran yang dinginkan.

Orang-orang yang berhasil meraih kesuksesan dan kemuliaan hidup sangat menyadari bahwa meraih sebuah impian kesuksesan sangat diperlukan kerja cerdas, kerja besar dan usaha besar dengan keyakinan hati yang kuat. Mereka yang berhasil tidak pernah melakukan kerja dengan setengah-setengah, tidak pernah melakukan usaha dengan setengah hati, tetapi memliki keyakinan hati yang kuat dalam menjalankan strategi yang sudah direncanakannya. Memliki komitmen tinggi dalam tindakan memperjuangkan tujuannya. Karena mereka yang berhasil meraih kesuksesan bukan mereka yang hanya pintar berbicara atau "omong besar", melainkan mereka yang memliki kesungguhan melakukan kerja besar untuk merealisasikan tujuannya.

Pada kenyataannya banyak orang kalau ditanya pasti menginginkan sebuah kesuksesan besar dalam hidup, tetapi realisasinya ndalam tindakan tidak sesuai dengan omongannya. Misalnya, mereka tidak mengalokasikan tenaga yang cukup, waktu yang memadai dan usaha yang besar untuk mewujudkan impian besarnya. Pada akhirnya mereka tidak akan pernah berhasil meraih tujuannya.

Pertanyaannya, bagaimana dengan diri kita masing-masing ?

Sudah seberapa besarkah alokasi waktu dantenaga yang kita curahkan untuk meraih impian kesuksesan yang kita cita-citakan ?
Sudah berapa kuatkah keyakinan hati kita dapat memperjuangkan impian kesuksesan yang kita canangkan ?
Sudah berapa besarkah usaha yang kita lakukan dalam merealisasikan impian kita ? Apakah kita sudah fokus dan terarah dalam setiap tindakan mengacu pada sasaran impian yang kita tetapkan ?
Hanya diri kita masing-masing yang dapat menjawab pertanyaan ini.

Satu hal yang harus kita yakini adalah kesuksesan itu tidak terjadi secara kebetulan. Keberhasilan itu tidak diperoleh secara kebetulan. Semuanya itu diperlukan semangat yang membara, kekuatan hati yang penuh, komitmen yang tinggi dalam bekerja dan usaha yang besar dalam mewujudkannya. Dengan kata lain, melakukan usaha besar, bekerja dengan cerdas dan keras, berpikir kreatif dan inovatif, melakukan dengan keyakinan sepenuh hati adalah hal yang sangat bijaksana untuk dikerjakan dan belum ada gantinya.

Mereka yang pandai memanfaatkan waktu, memanfaatkan tenaga dengan cukup, menggunakan potensi kemampuan fisik, mental, spiritual yang dimlikinya secara terarah sesuai dengan sasaran impiannya, cenderung akan lebih berhasil dalam meraih sasaran kesuksesan yang ingin didapatkannya. SEMOGA BERMANFAAT.

JADILAH YANG PALING BAIK

Setiap orang pasti memiliki keinginan menjadi manusia terbaik. Namun sayangya sekarang ini banyak orang yang mengartikan salah makna menjadi orang paling baik dalam hidup ini. Apakah itu dalam hubungan antara dua orang manusia atau lebih, apakah itu dalam kaitannya dengan pekerjaan, bisnis, usaha, persahabatan sampai dengan dalam kehidupan bertetangga dan bernegara.

Banyak orang yang berusaha menjadi paling baik dibandingkan dengan orang lain dengan cara mengalahkan orang lain. Sebagian yang lain berusaha menjadi paling baik dengan merendahkan orang lain, bahkan ada yang dengan menyingkirkan orang lain. Banyak juga yang berusaha menjadi lebih baik dibanding orang lain dengan hanya diukur dari nilai penampilan luar atau nilai ukuran keberhasilan duniawi semata, seperti memiliki mobil yang lebih mewah, rumah lebih besar, pakaian dan asesories lebih mahal, dll. Ada juga orang yang berusaha menjadi paling baik dibandingkan orang lain dengan ukuran lebih tinggi dalam kedudukan atau pangkat dan jabatan, lebih tinggi dibanding lainnya dalam hal kehormatan, kesombongan, popularitas, keegoan pribadi, dll.

Kalau mencermati makna sesungguhnya dari rangkaian nasehat bijak dalam hadits tersebut diatas, sesungguhnya bukan hal seperti ini yang menjadi makna terdalam. " Jadilah yang paling baik dari dua orang manusia" yang dimaksudkan adalah lebih baik dibanding orang lain dalam hal akhlak dan mengutamakan kepentingan orang lain. Menjadi lebih baik dibanding orang lain dalam hal memberikan manfaat bagi orang lain. Lebih baik dalam menjaga kemuliaan akhlak, kerendahan hati, lebih baik dalam berbagi kebaikan, kejujuran, menolong orang lain, mengembangkan sikap empati, mengedepankan cinta kasih dan kesetiaan.

Aplikasinya dalam kehidupan, kalau kita sebagai pengusaha, l;ebih baik menjadi pengusaha paling baik dibandingkan orang lain dengan cara menjadi pengusaha sejati. Menjadi pengusaha yang berorientasi pada manfaat sebanyak-banyaknya bagi orang lain, pengusaha yang menjalankan bisnis dengan mengedepankan kejujuran, mengutamakan kepentingan konsumen, memberikan pelayanan yang baik, dll.

Kalau kita saat ini masih bekerja sebagai karyawan, lebih baik berusaha menjadi karyawan paling baik dibandingkan dengan orang lain, dengan berusaha menjadi karyawan sejati. Selalu mengedepankan kewajiban dengan professional sebelum menuntu hak kita, mengembangkan diri dalam bidang yang ditekuninya, senang membantu orang lain, berusaha memberikan kualitas pelayanan terbaik, mengutamakan kepentingan orang lain, mengedepankan kejujuran, dll.

Kalau anda sebagai anak, sebagai orang tua, sebagai pasangan, sebagai saudara, sebagai tetangga, berusahalah menjadi paling baik diantara yang lain dalam hal mengutamakan kepentingan dan kebaikan orang lain. Berusahalah selalu menghargai orang lain, bersikap empati, memahami kepentingan orang lain dan menjadikan orang lain merasa penting dan dibutuhkan.

Marilah kita renungkan kembali, dalam berbagai bidang kegiatan kita, baik sebagai pengusaha, sebagai karyawan, sebagai keluarga, sebagai pemimpin, sebagai warga masyarakat, apakah sudah meneladani sikap menjadi yang paling baik dalam kemulian akhak dan mengutamakan kepentingan orang lain ?. Menjadi orang paling baik dalam kehidupan ini, bukan hanya diukur dari penampilan duniawi semata, tetapi diukur dari seberapa besar manfaat yang telah kita berikan dalam kehidupan. SEMOGA BERMANFAAT.

BERBUAT BAIKLAH TANPA BERPIKIR AKAN MENERIMA BALASAN

Mengapa kita sering berpikir untuk mendapatkan balasan atas kebaikan yang kita
perbuat. Bila memang demikian kita belum memahami dengan benar peran yang
mesti kita lakoni di dunia ini. Sudah semestinya kita tak usah sungkan lagi untuk
menyingkirkan benda apapun yang berserakan di jalan yang dapat mencederai
orang lain, singsingkan lengan membantu seorang tuna netra menyeberangi jalan,
atau membantu korban kecelakaan, atau bahkan memberikan tetesan darah untuk
menyelamatkan jiwa orang lain.
Tidak perlu lah berkecil hati untuk semua tindakan yang telah kita perbuat meski
ucapan terimakasihpun tak kita dapatkan. Bisa saja orang lain tak memahami
dengan baik perbuatan yang kita berikan atau mengganggapnya memang
sudah kewajiban kita, tak apa. Abaikan saja ucapan terima kasih yang ingin kita
harapkan yang dapat mengikis ketulusan dan keikhlasannya. Seperti air sungai
yang terus mengalir ke lautan itulah kebaikan yang mesti kita pertahankan.
Jadi, mengapa tidak kita bebaskan saja pikiran kita dari rasa berjasa terhadap
orang lain. Dan biarkan tangan kiri kita seakan tak tahu budi baik yang berikan
oleh tangan kanan kita

MEMPERBAIKI KUALITAS MANUSIA MELALUI SIKAP MENTAL

murid kencing berlari..”. Pepatah tersebut mencerminkan betapa perilaku seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap perilaku anak buahnya.

Pun demikian yang terjadi di setiap organisasi dan perusahaan. Baik dan buruknya sikap serta perilaku seorang atasan kerap menjadi inspirasi anak buahnya. Oleh karena itulah sikap mental positif sangat perlu dimiliki dan dikembangkan seorang atasan. Lebih dari itu, seorang atasan seharusnya dapat menularkan virus perilaku dan sikap mental positif kepada anak buahnya.

Menurut F.X. Oerip S. Poerwopoespito, praktisi dan pakar dalam pengembangan sikap mental, sikap mental merupakan kelemahan yang dimiliki sumber daya manusia bangsa kita. “Kekurangan bangsa kita bukan pada skil, bukan pada knowledge, tetapi pada sikap mental”, ujarnya saat ditemui HC dikediamannya bulan lalu.

Kualitas manusia pada dasarnya memang terkait dengan sikap mental yang dimilikinya. Mengenai kualitas manusia, Oerip memiliki formulasi khusus untuk mengukur sejauh mana kualitas yang dimiliki seseorang. Menurutnya, kualitas manusia = kualitas teknis x kualitas fisik x kualitas mental.

Jadi, kualitas manusia terdiri dari kualitas teknis, kualitas fisik dan kualitas mental. Yang dimaksud kualitas teknis adalah kualitas yang berkaitan dengan keahlian yang kita miliki. Semakin kita menguasai suatu bidang pekerjaan yang kita jalani, semakin tinggi kualitas teknis yang kita miliki.

Yang kedua adalah kualitas fisik. Kualitas fisik ini berkaitan dengan kesehatan kita. Semakin sehat seseorang semakin baik kualitas fisiknya. Sedangkan yang ketiga adalah kualitas mental. Kualitas mental inilah yang sebenarnya paling penting. Bila kualitas teknis dan kualitas fisik memiliki skala penilaian 1 sampai 100, maka kualitas mental ini memiliki penilaian -10 sampai 100.

Kenapa ada minusnya? “Karena bisa merugikan orang lain. Apa artinya? Kualitas manusia yang paling dominant bukan kualitas teknis, bukan keahlian kita, bukan fisik kita, tetapi sikap mental kita”, ujar Oerip panjang lebar.

“Misalnya seorang manajer keuangan ahli betul dalam bidang keuangan, nilainya 100. fisiknya sehat, nggak pernah sakit, nilainya 100. Tapi misalnya dia korupsi, nilainya jadi - 1. maka, kualitasnya sebagai manajer keuangan adalah -10.000. Kan membuat perusahaan bangkrut”, kata pria berjanggut lebat ini memberi contoh.

Oleh karena itu ia juga menghimbau bahwa untuk mengukur kualitas manusia seutuhnya tidak bisa hanya mengandalkan kualitas teknik seperti kompetensi dan skil maupun kualitas fisiknya saja. Karena aspek yang paling penting adalah kualitas mental seseorang yang terkait dengan bagaimana manusia bersikap, berperilaku tanpa merugikan orangorang dan lingkungan sekitarnya.

Lalu bagaimana cara kita mengembangkan sikap mental postiif? Nah, hal ini yang menurut Oerip seringkali menjadi problematika karena terkadang seorang pemimpin maupun pegawai tidak tahu bagaimana caranya. Namun menurut penggemar tanaman bonsai ini, caranya sangat mudah. “Cara memulainya adalah dengan membuat orang lain bahagia”.

Oerip berfilosofi bahwa pada dasarnya dunia terdiri dari tiga ruang yaitu ruang rumah tangga, ruang masyarakat dan ruang tempat kerja. Jadi kalau kita ingin bahagia di dunia, kita harus bahagia di rumah, di masyarakat dan di tempat kerja. “Di perusahaan juga begitu. Semua pribadi kalau ingin bahagia ya membuat bahagia orang lain, membuat bahagia pimpinan, membuat bahagia teman, membuat bahagia anak buah, konsumen, dan lain-lain. Kalau kita berusaha untuk membuat orang lain bahagia, maka selalu positif perilaku kita”.

“Kita latihan untuk berusaha membuat orang lain senang. Minimal tidak menyusahkan orang lain. Kenapa orang Jepang sikap mentalnya positif? Karena terlatih kan. Kalau dia jalan menginjak kaki, orang yang minta maaf siapa? yang diinjak kan. Karena dia menggangu jalan”, ujar Oerip mencontohkan.

Lalu apakah sikap mental bisa dirubah? Ketika pertanyaan tersebut diajukan kepada Oerip, dengan optimis ia mengatakan sangat mungkin. “Pada prinsipnya sikap mental manusia bisa dirubah. Pertama, membenahi pola pikir. Kedua dengan latihan”, tanggapnya.

Sikap Mental Pemimpin

Bila anda adalah seorang pimpinan di perusahaan dan memiliki anak buah, sikap mental positif merupakan sesuatu yang harus anda miliki. “Seorang pemimpin sangat penting untuk memiliki sikap seperti ini karena seorang pemimpin adalah teladan. Karena dia kan pembuat system. Kalau sikap mental seorang pemimpin adalah positif maka system yang dibuat juga positif”, Oerip beralasan.

Ada beberapa hal yang harus dimiliki pemimpin terkait dengan sikap mental positif. Pertama adalah jangan gampang menyalahkan orang lain. Misalkan sebuah pabrik hasil produksinya terkena reject. “Manajer yang berperilaku negative akan langsung memarahi bagian quality control karena dia kan yang meloloskan produksi. Manajer yang berperilaku positif tidak akan memarahi bagian-bagian tertentu. Dia akan panggil bagian quality control, produksi, row material, lalu membahas kenapa terjadi reject dan dicek semuanya satu per satu, benar nggak prosesnya”, lanjut Oerip. Dengan demikian tidak ada pihak yang sakit hati.

Kedua, pemimpin seharusnya tidak pilih kasih misalnya dalam hal promosi jabatan. “Akibatnya apa? Karyawan kan melihatnya obyektif. Kalau yang tidak berprestasi malah dipromosikan membuat sakit hati karyawan kan. Akibatnya suasana kerja tidak menyenangkan, perusahaan juga jalan di tempat, mandek”, ujarnya.

Ketiga, jarang sekali seorang pemimpin mengucapkan terima kasih manakala anak buahnya telah selesai menyelesaikan pekerjaan. “Dengan mengucapkan terima kasih membuat orang merasa senang toh. Merasa dihargai”.

LIMA KARAKTERISTIK YANG MEMBEDAKAN “MANAJER PEMIMPIN” DARI “MANAJERYANG MENGELOLAOPERASIONAL”

1. Manajer pemimpin adalah pemikir jangka panjang yang melihat jauh ke depan, dan dapat melampaui krisis-krisis, serta laporan periodik.
2. Minat manajer pemimpin tidak terbatas hanya kepada unitnya sendiri. Mereka ingin mengetahui
bagaimana semua bagian/bidang organisasinya mempengaruhi satu sama lain, dan kerjasama sa
sama lain, dan mereka terus menjangkau melampaui bidang pengaruh mereka yang spesifik.
3. Manajer pemimpin sangat menekankan pentingnya visi, nilai-nilai, dan motivasi.
4. Manajer pemimpin mempunyai keterampilan politik yang kuat untuk menangani tuntutan yang bertentangan dari berbagai bagian.
5. Manajer pemimpin tidak menerima status quo.
Manajemen adalah proses memastikan program serta tujuan-tujuan organisasinya untuk diimplementasikan. Kepemimpinan, di lain pihak, ada hubungannya dengan menyampaikan visi dan memotivasi orang. Kepemimpinan adalah pengaruh. Kepemimpinan sebagai pengaruh (yaitu, kemampuan mendapatkan pengikut). Kunci mengembangkan pengaruh kepemimpinan :
1. Setiap orang mempengaruhi seseorang.
2. Kita tidak pernah tahu siapa atau seberapa banyak yang kita pengaruhi
3. Investasi paling baik untuk masa depan adalah pengaruh yang semestinya hari ini.
4. Pengaruh adalah keahlian yang bisa dikembangkan
“Segitiga kekuasaan” untuk membantu para pemimpin maju. adalah komunikasi, pengakuan, dan pengaruh.
Lima Tingkat Kepemimpinan
1. Kedudukan (Hak).
Orang mengikuti kerena harus mengikuti
2. Izin (Hubungan).
Orang mengikuti mereka berkeinginan mengikuti
3. Produksi (Hasil).
Orang mengikuti karena apa yang telah Anda lakukan untuk organisasi
4. Pengembangan Manusia (Reproduksi).
Orang mengikuti karena apa diri Anda dan apa yang Anda lakukan bagi mereka
5. Kemampuan Menguasai Pribadi (Rasa Hormat)
Orang mengikuti karena siapa diri Anda dan apa yang Anda wakili
Tingkat Kepemimpinan Pertama : “ Kedudukan”
Seorang “memimpin” karena diangkat ke posisi tertentu. Ciri gaya Kepemimpinan cenderung memimpin berdasarkan posisi : mendorong sesama, mengandalkan kewenangan, bangkitkan ketakutan, sering mengatakan “saya”, memastikan siapa yang bersalah atas suatu masalah, perintah bukan mengajak.
Tingkat Kepemimpinan Kedua : Izin
“Kepemimpinan adalah membuat orang bekerja bagi Anda padahal mereka tidak diwajibkan”, kata Fred Smith. Kepemimpinan dimulai dari hati, bukan dari kepala. Kepemimpinan itu berkembang dari hubungan yang berarti, bukan dari lebih banyak aturan.
Kepemimpinan pada Tingkat “ Izin”, agar berhasil di perlukan tugas:
1. Kasihilah sesama secara tulus
2. Jadikanlah mereka-mereka yang bekerja dengan Anda itu lebih sukses
3. Belajarlah memandang lewat kacamata orang lain
4. Kasihilah orangnya ketimbang prosedurnya.
5. Upayakanlah sama-sama menang, kalau tidak, jangan dilakukan.
6. Libatkan orang lain dalam perjalanan Anda
7. Tanganilah orang-orang yang bermasalah dengan bijaksana
Tingkatan Kepemimpinan ketiga : Produksi
Agar meningkat dalam bidang produksi, ambillah langkah-langkah berikut : 1. Inisiatifkanlah dan terimalah tanggung jawab untuk pertumbuhan.

MENGAPA OPTIMISME DIPERLUKAN

Apakah Anda seorang yang optimis dalam menghadapi bulan-bulan ke depan di tahun baru 2008 ini? Tunggu dulu. Kita orang optimis atau pesimis tidak penting diutarakan secara verbal di hadapan orang lain. Kitalah orang yang paling tahu apakah kita seorang yang optimis atau pesimis. Tingkat ke-optimis-an dan ke-pesimis-an kita tidak bisa diukur dengan ucapan mulut. Mulut kita memang bisa saja mengatakan kita ini orang optimis. Meski begitu, jika yang kita praktekkan sehari-hari justru bertentangan dengan kaidahkaidah optimisme, maka kita bukanlah orang yang optimis.

Optimisme memiliki dua pengertian. Pertama, optimisme adalah doktrin hidup yang mengajarkan kita untuk meyakini adanya kehidupan yang lebih bagus buat kita (punya harapan). Kedua, optimisme berarti kecenderungan batin untuk merencanakan aksi, peristiwa atau hasil yang lebih bagus. Kalau dipendekkan, optimis berarti kita meyakini adanya kehidupan yang lebih bagus dan keyakinan itu kita GUNAKAN untuk menjalankan aksi yang lebih bagus guna meraih hasil yang lebih bagus.

Optimisme seperti itu dalam prakteknya sangat diperlukan. Ini antara lain dengan alasanalasan:

Pertama, energi positif (dorongan). Kalau bicara harapan sebatas harapan (baca: harapan mulut), tentunya kita sudah tahu kalau harapan itu tidak bisa mengubah apa-apa. Lalu untuk apa kita membutuhkan harapan (optimisme)? Ini untuk mengeluarkan energi positif. Untuk menciptakan langkah dan hasil yang lebih bagus dibutuhkan harapan yang lebih bagus agar energinya lebih bagus. Memiliki harapan yang lebih bagus akan memunculkan energi dorongan yang lebih bagus.

Sekarang, coba kita bayangkan apa yang akan kita rasakan seandainya kita sudah tidak memiliki harapan adanya kehidupan yang lebih bagus di masa datang? Kemungkinan yang paling dekat adalah kita tidak terdorong untuk melakukan sesuatu yang lebih bagus, terasa hambar, terasa biasa-biasa saja. Kehidupan yang lebih bagus memang tidak bisa diwujudkan dengan hanya harapan, namun untuk meraihnya dibutuhkan harapan yang bagus. Karena itu ada yang mengatakan, selama harapan itu masih ada berarti kehidupan kita masih ada. Collin Powell sendiri mengakui: "Optimism is a force multiplier.

Kedua, perlawanan. Tingkat perlawanan seseorang terhadap masalah atau hambatan yang dihadapinya juga terkait dengan tingkat keoptimisannya. Orang dengan optimisme yang kuat biasanya punya perlawanan yang kuat untuk menyelesaikan masalah atau hambatan. Sebaliknya, orang dengan optimisme rendah (pesimis), biasanya punya tingkat perlawanan yang lebih rendah, cenderung lebih mudah pasrah pada realitas atau keadaan ketimbang memperjuangkannya.

Secara agak lebih ekstrim sedikit, kita bisa membagi manusia dalam menghadapi masalah / hambatan itu menjadi tiga kelompok, seperti yang ditulis Less Brown dalam "Learn To Be Winner" (Top Achievement: 2000]. Ketiga kelompok itu adalah the winner (pemenang), the loser (pecundang) dan the potential winner (calon pemenang). Menurut Kevin Costner, yang disebut pemenang itu adalah orang yang jatuh, gagal dan kurang, tetapi pada akhirnya menang karena pendirian, keyakinan dan komitmen yang dipegangnya dengan teguh untuk mencapai impiannya."

Apa yang membuat seseorang menjadi pemenang dan pecundang? Tentu banyak faktor yang terlibat. Tapi kalau mau melihat kondisi faktor internal, tentu peranan harapan atau optimisme tidak bisa dielakkan. Kalau mau pakai pedoman pendapat Greg Phillip (The

ultimate potential: 2004), faktor internal yang terlibat itu adalah: a) harapan, b) keyakinan, c) kontrol-diri, dan d) sikap mental.

Ketiga, sistem pendukung. Harapan optimisme juga berfungsi sebagai sistem pendukung. Kalau kita menginginkan keberhasilan, lalu kita berpikir berhasil, punya kemauan untuk berhasil, punya sikap yang dibutuhkan untuk berhasil dan melakukan hal-hal yang dibutuhkan untuk keberhasilan itu, maka logikanya kita pasti berhasil. Soal kapannya itu urusan lain.

Yang menjadi masalah buat kita adalah kita menginginkan keberhasilan tetapi kita malasmalas (tidak punya kemauan), punya sikap yang tidak mendukung, berpikir negatif, harapannya pesimis, dan lebih sering tidak melakukan hal-hal yang kita butuhkan untuk berhasil. Ibarat mesin, jika yang aktif hanya satu sistem, sementara sistem yang lain mati atau bekerja untuk hal-hal yang tidak kita inginkan, maka operasi sistem itu kurang optimal.

Intinya, harapan di sini bukan tujuan, apalagi tempat bergantung. Kita tidak boleh menggantungkan harapan pada harapan itu, melainkan pada usaha. Harapan di sini adalah metode atau jalan agar kita bisa mengeluarkan energi positif, bisa mengatasi masalah secara positif sepositif harapan kita dan bisa memiliki mesin prestasi yang seluruh sistemnya bergerak secara positif.


Sebuah temuan mengungkap bahwa orang yang memiliki harapan optimis, umumnya memiliki kualitas di dalam diri yang antara lain:

1. Punya fokus langkah yang selektif, punya sasaran usaha yang jelas
2. Bisa menerima fakta hidup dengan kesadaran, tanpa banyak mengeluh atau
memprotes
3. Memiliki bentuk keyakinan yang membangkitkan
4. Punya perasaan diberkati rahmat Tuhan
5. Punya kemampuan untuk menikmati kehidupan
6. Punya kemampuan dalam menggunakan akal sehatnya dalam menghadapi tantangan
hidup
7. Punya kemampuan untuk menjalankan agenda perbaikan diri secara terus menerus
8. Punya penghayatan yang bagus terhadap praktek hidup yang dijalankan sehingga
bisa membedakan praktek yang salah dan praktek yang benar; praktek yang
tepat dan praktek yang menyimpang
9. Punya kepercayaan yang bagus terhadap kemampuannya
10. Punya perasaan yang bagus terhadap dirinya

MEMBUKA PELUANG KEBAIKAN

“Salah satu investasi yang dijamin tidak pernah merugi adalah investasi kebaikan. Semakin besar investasi kebaikan yang kita tanamkan, semakin besar kebaikan yang kembali kita dapatkan dari kehidupan.” – Eko Jalu Santoso, Motivasi Indonesia –

Sahabat Motivasi Indonesia,

Kita perlu menyadari bahwa setiap kebaikan yang kita berikan bagi sesama kehidupan sesungguhnya adalah saham atau investasi yang akan memberikan keuntungan bagi kehidupan kita baik sekarang maupun yang akan datang. Tak ada satu kebaikan pun yang dilepaskan menjadi sia-sia. Mungkin saja kebaikan yang kita lakukan seolah-olah nampak sia-sia bagi pandangan orang lain, tapi yakinlah bahwa itu tidak sia-sia bagi Allah. Bahkan hal ini secara tegas dijamin oleh Allah sebagaimana telah disampaikan dalam kitab suci-Nya bahwa Tuhan akan menggandakan berlipat-lipat, kepada setiap manusia yang melepaskan kebaikan dengan ikhlas.

Sayangnya meskipun sudah nampak nyata bukti-bukti yang diberikan kehidupan kepada mereka yang banyak melakukan kebaikan, masih saja banyak orang senang menundanunda untuk melakukan kebaikan. Mengapa demikian ? Hal ini disebabkan oleh banyaknya godaan, baik dari internal dalam diri kita sendiri, maupun dari eksternal (lingkungan). Godaan ini kerap sekali membuat orang yang hendak berbuat baik terhalang, suka menunda-nunda, hingga akhirnya tidak sempat berbuat baik. Padahal menunda kebaikan berarti membuang waktu, usia, kesempatan mulia yang telah diberikan Allah SWT.

Sahabat, dimanakah kita dapat menemukan peluang kebaikan itu ? Dimanakah pintupintu kebaikan itu ? Pintu-pintu untuk meraih kebaikan itu sesungguhnya sangat banyak dan tersebar dalam berbagai aspek kehidupan. Bahkan mulai dari yang sangat sederhana sampai dengan yang lebih tinggi nilainya terbuka lebar bagi siapa saja yang bersedia menjemputnya, diantaranya adalah :

Bersedia memikirkan tentang kepentingan orang lain, bukan hanya memikirkan kepentingan sendiri

Bersedia memberi perhatian kepada orang lain, bukan hanya minta diperhatikan Memberikan senyuman dan menyapa orang lain dengan ramah dan ikhlas Bertutur kata yang baik dan sopan dengan orang lain

Mengingatkan orang lain untuk melakukan hal-hal yang benar Menjadikan orang lain merasa penting dan dibutuhkan

Berbagai semangat dan motivasi kepada orang yang sedang mengalami kegagalan Memberikan pertolongan kepada orang yang sedang mengalami kesulitan Memiliki keikhlasan hati membantu orang yang memerlukan bantuan Dan lain sebagainya

Semua hal-hal sederhana itu termasuk pintu-pintu kebaikan. Pintu-pintu kebaikan seperti ini kalau kita lakukan dengan keikhlasan merupakan sebuah potensi investasi yang pasti akan dikembalikan kepada kita. Hal itu semua merupakan potensi untuk menjaga kejernihan suara hati, sehingga cahayanya dapat memancar dalam kehidupan.

Bagaimana agar kita dapat selalu menjaga semangat untuk selalu bersedia berbagai energi kebaikan dengan sesama kehidupan ? Bagaimana agar dapat menggali sumbersumber kebaikan dan memancarkan energi kebaikan bagi kesuksesan dan kemuliaan hidup ? Bagaimana agar kita dapat mengalahkan berbagai godaan yang menjadi penghambat dalam melakukan kebaikan ? Dalam buku saya HEART REVOLUTION, Revolusi Hati Nurani yang diterbitkan Elex Media Komputindo kami membahas mengenai energi positif kebaikan ini dalam satu bab tersendiri. Lebih lengkapnya mengenai bagaimana mengelola energi positif kebaikan dalam hati bagi Sukses dan kemuliaan hidup anda bisa membacanya dalam buku tersebut. Sederhananya, disini ada beberapa hal yang perlu anda perhatikan:

Hadapkanlah wajah kepada Allah di manapun kita berada. Dengan merasa bahwa Allah selalu mengawasi kita, maka akan tumbuh Kesadaran untuk melakukan kebaikan karena Allah semata.

Dengarkan suara hati terdalam dalam setiap langkah kehidupan, sehingga setiap keputusan yang kita ambil adalah berdasarklan suara hati yang senantiasa mendorong kearah mulia.

Kalau kita merasa telah melakukan perbuatan kurang baik, maka berusahalah segera melakukan perbuatan baik yang lebih banyak lagi kepada sesame kehidupan Mengalahkan ego pribadi dengan mau memikirkan kebutuhan dan kepentingan orang lain Membina hubungan yang baik dengan orang-orang yang memiliki semangat positif dan memiliki kemuliaan akhlak.

Saling mengingatkan dalam kebaikan dan kebenaran dengan sesama.

Sahabat, ingatlah bahwa orang yang pertama merasakan manfaat dari berbuat kebaikan adalah mereka sendiri yang telah melakukannya. Mereka yang telah melakukan tindakantindakan positif dan kebaikan bagi sesama akan merasakan “buah”nya seketika itu dalam jiwa, akhlak, dan hati nuraninya. Sehingga hatinya akan terjaga kejernihannya. Hidup akan terasa lebih mudah, tenang, tenteram dan damai di hati. SEMOGA BERMANFAAT.

KEMAMPUAN UNTUK BERGAUL DENGAN BAIK

Udara siang itu sungguh panas. Ruangan tidak ada AC-nya. Kami peserta rapat memakai baju lengan panjang dan harus berdasi. Ada pula beberapa orang yang pakai jas, tidak tahulah mungkin mereka sedang masuk angin. Dasi yang terpasang di leher rasanya ikut mempersempit nafas dan gerak kita.

Di kondisi yang panas itu, sang pemimpin muncul. Ia berumur mendekati lima puluhan. Dengan kumis melintangnya, ia berjalan angkuh menuju meja pimpinan yang letaknya jauh lebih tinggi dari meja-meja kami. Sebelum mulai bicara, ia mengeluarkan rokoknya. Diketuk-ketukkan ujung rokok itu ke wadahnya yang terbuat dari kuningan. Entah apa sebabnya harus diketok-ketokkan, mungkin lebih gurih rasanya, pikir saya.

Dengan nada dingin ia mulai bicara. Logat Jawanya yang kental dipadu dengan gaya betawi pinggiran menghiasi ruang rapat itu. Ia bicara tentang gagalnya wilayah itu mencapai target. Ia mulai menceritakan bagaimana para kepala cabang, terutama yang muda cuma bisa aksi-aksian. Sok sekolahan, katanya.

Saya dan beberapa rekan masih berusia 26-an ketika jadi kepala cabang. Mendengar ia mengomel seperti itu, tentu saja kami mengkeret. Kami tidak berani bicara. Ketika saya lirik kepala cabang kantor besar yang merupakan senior kami, ia kelihatan diam saja, wajahnya kelihatan berduka.

Setelah itu semprotan kemarahan ditujukan kepada kami semua. Wajahnya memerah, kumisnya agak berdiri, dan kepalan tangannya yang besar berkali-kali dipukulkan ke meja. Wajahnya agak mengancam.

Tiba-tiba ia melihat seorang rekan yang kelihatan kaos kakinya. Rupanya teman itu karena saking kepanasan, maka ia melepas sepatunya. Karena meja yang dipakai rapat tidak tertutup, jelas kakinya yang tidak bersepatu itu kelihatan jelas oleh pemimpin itu. ”Segera pakai sepatumu! Kamu harus duduk yang sopan ya, apalagi di hadapan pemimpinmu,” teriaknya garang.

Dengan geragapan teman kami segera memakai sepatunya, setelah itu ia tidak berani bergerak lagi. Mungkin ia berpikir, “Mimpi apa aku semalam, sampai-sampai sepatuku kulepas saja aku dimarahi.”

Kami ingin tertawa lepas melihat kejadian itu, tapi kami tidak berani. Hanya dengan tertawa di hati, kami bisa tertawa sepuasnya. Sekilas, mata pemimpin itu melirik ke sana kemari. Mungkin ia ingin memeriksa siapa lagi yang melepas sepatunya. Rapat dinas itu berlangsung selama tiga hari, dan rasanya tidak banyak yang bisa kita dapat. Paling yang teringat hanyalah makian, dan kejadian lucu melihat rekan-rekan saya dimarahi terus.

Kejadian itu membekas pada suasana hati kami. Kami jadi tidak begitu konsentrasi lagi pada acara rapat itu. Yang kami impikan hanyalah rapat segera usai. Kami ingin segera ke hotel dan ganti pakaian untuk makan dan jalan-jalan di pulau Dewata itu.

Perhatikanlah bagaimana pemimpin itu tidak mampu meredam emosinya. Akibatnya, sangat tidak produktif.

Kemampuan untuk bergaul dengan baik, dan penuh harmoni menjadi tuntutan yang jelas bagi para pemimpin. Pemimpin harus mampu memotivasi agar karyawan bekerja dengan semangat tinggi. Ia juga perlu menginspirasi dan membangkitkan sikap positif pada karyawannya. Menaikkan semangat kontribusi karyawan juga menjadi tugas yang amat penting, apalagi di perekonomian yang makin bergeser ke arah pelayanan (service economy) seperti sekarang ini.

Satu variabel yang dipandang berpengaruh terhadap kepemimpinan yang efektif adalah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi (emotional inteligence) makin populer di akhirakhir ini. Kecerdasan ini digambarkan sebagai seperangkat kemampuan tentang bagaimana seseorang berhubungan dengan emosi baik emosi pada dirinya maupun orang lain.

Beberapa penulis seperti Goleman, Cooper dan Sawaf, menjelaskan, kecakapan pemimpin yang efektif, sebagiannya, bergantung pada pemahaman emosi dan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan emosi.

Klaim tentang kecerdasan emosi sering menyesatkan.

Banyak ahli masih memperdebatkan tentang bagaimana tepatnya kecerdasan emosi berpengaruh pada kepemimpinan. Klaim-klaim populer tentang kecerdasan emosi ini banyak yang menyesatkan. Misalnya suatu perusahaan mengklaim, kecerdasan emosi bertanggung jawab lebih dari 85 persen terhadap prestasi yang mencengangkan dari para pemimpin top. Klaim ini terlalu berlebihan karena masih terdapat begitu banyak faktor yang menentukan efektivitas pemimpin.

Goleman dalam bukunya Primal Leadership menerangkan kaitan itu dengan melihat pada rancang bangun otak kita. Para ilmuwan telah menemukan, otak kita bersifat loop terbuka sistem limbic. Sistem loop tertutup, seperti pada peredaran darah adalah sistem yang mengatur dirinya sendiri. Apa yang terjadi pada sistem peredaran darah orangorang di sekitar kita tidak akan berdampak pada sistem peredaran darah kita. Sedangkan sistem loop terbuka banyak bergantung pada sumber luar untuk mengatur dirinya sendiri.

Ketika kita menghadiri rapat, para peserta pasti akan mengamati sang pemimpin. Ia yang disuruh bicara duluan. Ia biasanya bahkan bicara yang paling banyak. Jika ada yang mengomentari, paling hanya mengomentari pernyataan sang pemimpin. Para peserta akan mengamati emosi yang terpancar dari pemimpin itu.

Emosi gembira mudah menular

Ketika pemimpin berkata dengan antusias, senyum, dan kadang tertawa, maka suasana akan berganti menjadi rapat yang menyenangkan. Namun ketika pemimpin mulai dengan muka masam, tidak senyum, berkata sinis, maka rapat akan menjadi arena yang menegangkan. Emosi yang ditampilkan oleh pemimpin itu mudah menular kepada peserta rapat.

Kajian dari Yale University School of Management menemukan, emosi yang paling mudah menyebar adalah kegembiraan dan kehangatan, sedangkan emosi mudah tersinggung dan depresi hampir tidak menyebar sama sekali. Suasana hati yang baik tersebar lebih cepat dan memliki dampak langsung pada bisnis.

Kajian Yale ini menemukan, suasana hati mempengaruhi efektivitas kerja orang. Suasana hati yang baik mendorong kerjasama, keadilan dan kinerja bisnis yang baik.

Benjamin dan kawan-kawannya mencoba meneliti seberapa besar kaitan antara kecerdasan emosi dengan kepemimpinan yang efektif. Sampel penelitian adalah mahasiswa Swinburne University Center for Innovation and Enterprise Programs (CIE). Yang diukur adalah tentang bagaimana cara orang memonitor emosi dirinya dan orang lain serta bagaimana orang mengelola emosi dirinya dan emosi orang lain. Sedangkan untuk kepemimpinan yang efektif, mereka memakai kepemimpinan transformasional.

Mereka mendapati, para pemimpin yang memonitor dan mengelola emosinya jelas ada hubungannya dengan komponen kepemimpinan transformasional. Komponen itu adalah: inspirational motivation, individualized consideration, dan inspirational motivation.

Dari penelitian ini memang nampak, memonitor dan mengelola emosi merupakan kecakapan yang penting bagi pemimpin. Karena merupakan kecakapan, maka kemampuan itu bisa dipelajari.

Satu cara yang amat bermanfaat adalah memanfaatkan suatu space, suatu ruang kosong antara stimulus dan respons. Contoh, ketika ada orang menghina kita, maka kita bisa melakukan dua hal. Pertama kita langsung saja membalas. Akibatnya orang yang menghina akan membalas menghina, dan terjadi perang kata-kata.

Atau kita pakai cara kedua. Sebelum menjawab hinaan itu, kita bisa menarik nafas panjang dan berpikir. Kita pikirkan dampak jawaban kita, perlu tidak kita langsung membalas, atau membiarkan hinaan itu lewat begitu saja. Saat itu ada proses evaluasi terhadap plihan kita. Apa pun plihan kita, setelah melalui proses berpikir, akan jauh lebih bermutu daripada kita langsung menjawab dengan membalas menghina atau malah memukul orang yang menghina kita.

Memanfaatkan ruang kosong

Ruang kosong ini amat bermanfaat bagi pemimpin. Ketika pemimpin mendengar betapa para tenaga penjualnya gagal membuat transaksi besar yang semestinya berhasil, ia bisa memanfaatkan ruang kosong ini. Daripada menyemprotkan sumpah serapah dan itu pasti membuat bawahannya terluka hatinya. Pemimpin yang peka emosinya itu akan menarik nafas, memikirkan pasti ada sesuatu penyebab yang mengakibatkan kegagalan itu. Mungkin ada pesaing yang lebih agresif, atau mungkin calon pelanggan itu terjadi pemotongan anggaran, dan mungkin banyak sebab lainnya.

Dengan memanfaatkan ruang kosong ini, ia bisa berpikir panjang, dan tidak langsung marah. Tindakan seperti ini tentu membuat bawahannya tidak lagi terlalu ketakutan. Dengan pelan-pelan mendiskusikan masalah itu, akhirnya akan ditemukan suatu solusi. Saat itulah baik pemimpin maupun bawahan mendapatkan manfaat masing-masing. Pemimpin mampu mengelola emosinya, begitu pula bawahan juga mendapatkan arahan, bukannya kemarahan yang membabi buta.

Mengapa mengelola emosi penting?

Memang kemampuan mengelola dan memonitor emosi menjadi kunci sukses dari pemimpin transformasional. Mengapa demikian ? karena mereka menitikberatkan suksesnya melalui kerjasama orang lain. Andaikata pemimpin mencoba menggerakkan karyawan dengan paksaan dan hukuman, maka yang terjadi hanyalah kepatuhan semu.

Karyawan tidak akan mengerahkan upayanya yang tertinggi. Apalagi jika bawahan merupakan karyawan yang selalu mengandalkan otak, dan bukannya kerja fisik.

Jika hanya kerja fisik, misalnya memindahkan batu-bata, maka hasil kerjanya langsung kelihatan. Jika tidak giat, maka batu-batu akan tidak segera terkumpul.

Namun umpama pekerjaannya berupa merancang strategi, menjual, membujuk pelanggan, dan kegiatan berpikir lainnya, hasil kerjanya tidak langsung kelihatan. Ketika gagal mencapai penjualan, tenaga penjual bisa berdalih dengan seribu alasan yang sepertinya masuk akal. Dan ketika menghadapi alasan ini, pemimpin tidak bisa langsung menyalahkan.

Ketika karyawan diberi motivasi, inspirasi dan dibangkitkan semangat juangnya di mana pemimpinnya siap juga mendukung dan berjuang bersamanya, semangat mereka akan bangkit, dan mereka akan berjuang sepenuh kemampuan mereka. Inilah ciri yang dibangkitkan oleh pemimpin transformasional. Maka tidaklah mengherankan apabila dari ratusan penelitian kepemimpinan transformasional selalu menghasilkan kinerja bisnis yang unggul.

CIRI-CIRI PEMIMPIN YANG BERPRINSIP

Dalam situasi bisnis sekarang ini tampaknya mudah sekali orang membenar kan caracara kasar demi tujuan baik. Bagi mereka, "bisnis adalah bisnis",sedangkan "etika dan prinsip terkadang harus mengalah pada keuntungan". Selain itu, banyak juga kita lihat para pelaku dan pemimpin bisnis yangtampak berhasil menumpuk kekayaan, namun di belakang kehidupan mereka tampak kacau dan mengenaskan.

Padahal bila kita tinjau, hampir setiap minggu muncul teori manajemen baru, namun tampaknya sedikit sekali yang meninggalkan hasil yang diharapkan. Mengapa demikian?

Menurut Stephen R. Covey, penulis buku terkenal, "Seven Habits of Highly Effective People", dalam bukunya yang lain "Principle Centered Leadership",hal ini disebabkan mereka tidak lagi berpegang pada prinsip dasar yang berlaku di alam ini. Padahal hukum alam, berdasarkan pada prinsip, berlaku tanpa peduli apakah kita menyadarinya atau tidak. Oleh karena itu semestinya kita meletakkan prinsip-prinsip ini di pusat kehidupan, hubungan,kontrak-kontrak manajemen dan seluruh organisasi bisnis anda.

Covey percaya bahwa kesuksesan kita, baik pribadi maupun organisasi, tidak dapat diraih begitu saja. Kesuksesan harus datang dari "dalam diri" dengan berdasarkan pada apa yang kita pahami dan yakini untuk menjadi prinsip yangvtak tergoyahkan. Dengan demikian kepemimpinan yang berprinsip memusatkan kehidupan dan kepemimpinan kita pada prinsip-prinsip utama yang benar.

Artikel ini tidak membahas apa itu prinsip menurut Covey, namun meringkas ciri-ciri pemimpin yang berprinsip. Ciri-ciri dari pemimpin yang mendasarkan tindakannya pada prinsip. Dengan demikian setidaknya kita bisa mengenal bagaimana kepemimpinan yang berpusat pada prinsip itu.

Ada delapan ciri-ciripemimpin yang berprinsip.

1--Mereka terus belajar.
Pemimpin yang berprinsip menganggap hidupnya sebagai proses belajar yang tiada henti untuk mengembangkan lingkaran pengetahuan mereka. Di saat yang sama, mereka juga menyadari betapa lingkaran ketidaktahuan mereka juga membesar. Mereka terus belajar dari pengalaman. Mereka tidak segan mengikuti pelatihan, mendengarkan orang lain, bertanya, ingin tahu, meningkatkan ketrampilan dan minat baru.

2--Mereka berorientasi pada pelayanan.
Pemimpin yang berprinsip melihat kehidupan ini sebagai misi, bukan karier.Ukuran keberhasilan mereka adalah bagaimana mereka bisa menolong dan melayani orang lain. Inti kepemimpinan yang berprinsip adalah kesediaan untuk memikul beban orang lain. Pemimpin yang tak mau memikul beban orang lain akan menemui kegagalan. Tak cukup hanya memiliki kemampuan intelektual,pemimpin harus mau menerima tanggung jawab moral, pelayanan, dan sumbangsih.

3--Mereka memancarkan energi positif.
Secara fisik, pemimpin yang berprinsip memiliki air muka yang menyenangkan dan bahagia. Mereka optimis, positif, bergairah, antusias, penuh harap, dan mempercayai. Mereka memancarkan energi positif yang akan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya. Dengan energi itu mereka selalu tampil sebagai juru damai, penengah, untuk menghadapi dan membalikkan energi destruktif menjadi positif.

4--Mereka mempercayai orang lain.
Pemimpin yang berprinsip mempercayai orang lain. Mereka yakin orang lain mempunyai potensi yang tak tampak. Namun tidak bereaksi secara berlebihan terhadap kelemahankelemahan manusiawi. Mereka tidak merasa hebat saat menemukan kelemahan orang lain. Ini membuat mereka tidak menjadi naif.

5--Mereka hidup seimbang.
Pemimpin yang berprinsip bukan ekstrimis. Mereka tidak menerima atau menolak sama sekali. Meraka sadar dan penuh pertimbangan dalam tindakannya. Ini membuat diri mereka seimbang, tidak berlebihan, mampu menguasai diri, dan bijak. Sebagai gambaran, mereka tidak gila kerja, tidak fanatik, tidak menjadi budak rencana-rencana. Dengan demikian mereka jujur pada diri sendiri, mau mengakui kesalahan dan melihat keberhasilan sebagai hal yang sejalan berdampingan dengan kegagalan.

6--Mereka melihat hidup sebagai sebuah petualangan.
Pemimpin yang berprinsip menikmati hidup. Mereka melihat hidup ini selalu sebagai sesuatu yang baru. Mereka siap menghadapinya karena rasa aman mereka datang dari dalam diri, bukan luar. Mereka menjadi penuh kehendak,inisiatif, kreatif, berani, dinamis, dan cerdik. Karena berpegang pada prinsip, mereka tidak mudah dipengaruhi namun fleksibel dalam menghadapi hampir semua hal. Mereka benar-benar menjalani kehidupan yang berkelimpahan.

7--Mereka sinergistik.
Pemimpin yang berprinsip itu sinergistik. Mereka adalah katalis perubahan.Setiap situasi yang dimasukinya selalu diupayakan menjadi lebih baik. Karena itu, mereka selalu produktif dalam cara-cara baru dan kreatif. Dalam bekerja mereka menawarkan pemecahan sinergistik, pemecahan yang memperbaiki dan memperkaya hasil, bukan sekedar kompromi dimana masing-masing pihak hanya memberi dan menerima sedikit.

8--Mereka berlatih untuk memperbarui diri.
Pemimpin yang berprinsip secara teratur melatih empat dimensi kepribadian manusia: fisik, mental, emosi, dan spiritual. Mereka selalu memperbarui diri secara bertahap. Dan ini membuat diri dan karakter mereka kuat, sehat dengankeinginan untuk melayani yang sangat kuat pula.

Nah sekarang bagaimana ciri pemimpin anda ? Andalah yang menilainya

RAIH IKHLAS SEPENUHNYA

RAIH IKHLAS SEPENUHNYA


Dalam suatu hari terjadi chatting yang dilakukan oleh para aktifis pergerakan mahasiswa dengan seniornya (alumni) dalam rangka sharing terhadap masalah yang dihadapi oleh mereka :

“Mas, saya mau tanya!” ucap Rendi. Membuyarkan lamunan para chatter. “Iya, Silakan Ren!” jawabku.
“Mas, saya mau tanya tentang keIkhlasan. Apakah seorang yang melakukan sebuah pekerjaan. Tetapi dia melakukan itu dengan senang hati, tetapi karena menginginkan sesuatu selain Allah! Apakah itu juga dinamakan Ikhlas?”

“Seorang yang melakukan perbuatan, tetapi didasari untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu yang bukan berdasarkan pada Allah. Juga termasuk Ikhlas! Tetapi, keikhlasan
itu hanya pada sesuatu yang diinginkannya saja. Dan dia tidak mendapatkan pahala ikhlas yang diberikan oleh Allah. Dalam sebuah hadits disebutkan, diriwayatkan oleh Ahmad. “Sebaik-baik usaha adalah usaha tangan seorang pekerja apabila ia mengerjakannya dengan tulus. ” Jadi semua itu, mempunyai nilai keikhlasan sendirisendiri. Jika seseorang meniatkan dirinya untuk Allah, maka Allah lah yang akan menjadi tujuannya. Dan pahala yang akan didapatkannya. Sedangkan, jika seorang meniatkan untuk hal-hal yang lain. Selain Allah. Maka, hanya hal itu saja yang akan didapatkannya!” jelasku.

“Lalu, cara untuk ikhlas atau menjaga ikhlas dalam suatu kegiatan bagaimana Mas? Kadang, saya sangat ikhlas sekali untuk mengadakan kegiatan. Tetapi, saat kegiatan itu tidak sesuai dengan harapan. Keihlasan saya menjadi pupus!” tanya Iqbal.

“Iya, kadang kita benar-benar sangat bersemangat dalam berjuang. Dan kadang kala kita menjadi luntur. Saat-saat apa yang kita harapkan tidak tercapai. Atau kita bosan dengan kegiatan tersebut! Mungkin, kita perlu merefiu kembali jalan perjuangan yang kita lakukan. Saat kita melakukan sebuah kegiatan. Dengan harapan, bahwa kegiatan itu akan mencapai target yang ingin kita capai. Tetapi sayang, beberapa teman-teman kita banyak yang tidak datang dalam kegiatan tersebut. Biasanya membuat kita menjadi pesimis dengan berlangsungnya kegiatan dengan bagus! Atau panitia kegiatan banyak yang datang terlambat. Itu juga, salah satu yang membuat keikhlasan menjadi luntur!

Pernah ada seorang aktifis, melakukan kegiatan yang sudah sangat dirancang dengan matang. Lalu, pada saat pelaksanaan kegiatan. Banyak rekan-rekan panitia yang terlambat hadir atau bahkan tidak hadir. Aktifis ini bingung. Peserta sudah sangat membludak. Tetapi, panitia banyak yang tidak hadir. Akhirnya Aktifis ini menelephon seorang Aktifis yang belum hadir. Sebuah percakapan terjadi,

Aktifis A : B, kamu dimana? Peserta sudah banyak. kamu tolong kemari dong!
Aktifis B : Maaf saya tidak bisa hadir. saya ada keperluaan! Semoga kamu
dan teman-teman bisa mengatasi sendiri. (Ucapnya dengan enteng,
tidak ada penyesalan sama sekali)
Aktifis A : Kamu kok nggak bilang saat rapat. Kalau seperti ini kan kasihan teman2
yang lain. (Ucapnya, sedikit agak emosi)
Aktifis B : Iya, Maaf. saya hari ini ada teman yang lagi main kerumah. Jadi
nggak bisa ninggal! Semoga kamu tetap niat ikhlas kamu tidak ternodai
dengan nafsu amarah kamu. (Ucapnya, tanpa ada perasaan yang bersalah)
Aktifis A : Masya Allah, B! kamu kan bisa ajak teman kamu kesini! (Ucapnya agak
tegas, dengan nada yang meninggi. Sedikit terlihat emosi)
Aktifis B : Maaf, nggak enak. Nanti ganggu kamu dan teman-teman. Lebih baik, kamu
dan teman-teman tetap istiqomah dengan perjuangan ini. Dan tetap, semoga
niat kamu nggak ternodai dengan nafsu amarah kamu. (Ucapnya,
tanpa ada perasaan yang bersalah. Seperti ingin menasehati)
Aktifis A : TAHU APA KAMU TENTANG ISTIQOMAH DAN IKHLAS. (Ucapnya dengan keras.
Setelah itu menutup telephon)

Baik. Sekarang siapa yang salah” ucapku. Sambil melihat satu persatu para aktifis muda ini, dalam Cyber sharing.

Mereka terlihat bingung. Sesekali ada yang mengatakan salah satu yang salah. Tetapi ada juga, yang menyalahkan kedua aktifis itu. Dengan alasan, aktifis satu yang menelphon tidak mempunyai kesabaran untuk menghadapi aktifis yang ditelephon. Lalu aktifis yang ditelephon, tidak mempunyai rasa persaudaraan yang kuat kepada aktifis yang lainnya. Tetapi, lebih banyak yang diam. Tidak berkomentar, atau menungguku untuk lebih dalam menjelaskan persoalan ini.

“Iya! Dalam kasus tadi. Kita dapat mengambil sebuah hikmahnya. Memang, niat ikhlas itu sangat diharapkan untuk tidak keluar dari dalam niat kita. Tetapi, ada penyebab yang membuat niat ikhlas itu keluar. Yaitu, dengan cobaan seperti apa yang terjadi dalam kasus tadi! Seorang, yang sudah ikhlas dalam hatinya. Akhirnya ternodai oleh saudaranya sendiri! Ikhlas, bukan berarti tidak butuh bantuan. Ikhlas, bukan berarti bertindak sendirian. Dan seharusnya, untuk menjaga keikhlasan sesama saudara. Maka saudara yang lainnya, pun harus ikut menjaga niat keikhlasan dalam perjuangan saudaranya. Bukan malah, membiarkan saudaranya berjuang sendiri. Lalu dengan seenaknya, saudara yang lainnya mengatakan tentang keikhlasan. Keikhlasan tentang saudara yang lainnya. Ini berarti, menjadikan tumbal saudara kita sendiri!” Aku sedikit menarik nafas, lalu menghembuskannya pelan. “Maka, untuk menjaga niat ikhlas kita. Seharusnya, sikap kita adalah tidak mementingkan hasil dari apa yang kita kerjakan. Cukuplah usaha yang kita jalankan, sesuai dengan apa yang memang seharusnya. Tidak usah begitu mengharapkan hasil yang sempurna. Tetapi, tetap ada hasilnya! Dan cukuplah Allah, yang memberikan hasil dari kita. Cukuplah kita, berikhtiar dengan usaha yang kita lakukan.